Perawan Ku Untuk Guru Tercinta
Perkenalkan namaku Sonia. Saat ini aku sedang
duduk di kelas 3 di SMU swasta di Jakarta. Tubuhku kuning langsat. Aku lumayan
seksi dengan tubuh langsing dan tinggi yang cukupan. Kata temen-temen sih, aku
lumayan cantik. Di sekolahku, setiap jam olah raga, selalu memakai pakaian
celana pendek sehingga paha mulusku bisa dinikmati oleh para cowok penggila
cerita seks perawan dengan gratis. Di sekolahku ada seorang guru bahasa inggris
yang sangat tampan. Namanya pak Doni. umurnya 27 tahun dan masih perjaka. Yang
aku suka dari pak Doni adalah selain wajah cakep, tubuh nya yang atletis
membuat aku dan temen-temenku terpesona dengan bentuk tubuhnya itu. Ditambah
lagi bekas brewok di sekitar wajahnya menambah macho pak Doni guru gahasa
inggrisku itu. Sampai suatu hari aku rela menyerahkan keperawananku pada guru
bahasa inggrisku itu. Begini cerita seks perawan nya. Di suatu hari Minggu aku
berniat pergi ke rumah Pak Freddy dan pamit kepada Mama dan Papa untuk main ke
rumah teman dan pulang agak sore dengan alasan mau mengerjakan PR bersama-sama.
Secara kebetulan pula Mama dan papaku mengizinkan begitu saja. Hari ini memang
hari yang paling bersejarah dalam hidupku. Ketika tiba di rumah Pak Freddy, dia
baru selesai mandi dan kaget melihat kedatanganku. “Eeeh, kamu Et. Tumben, ada
apa, kok datang sendirian?”. Aku menjawab, “Ah, nggak iseng aja. Sekedar mau
tahu aja rumah bapak”. Lalu dia mengajak masuk ke dalam, “Ooo, begitu. Ayolah
masuk. Maaf rumah saya kecil begini. Tunggu, ya, saya pakek baju dulu”. Memang
tampak Pak Freddy hanya mengenakan handuk saja. Tak lama kemudian dia keluar
dan bertanya sekali lagi tentang keperluanku. Aku sekedar menjelaskan, “Cuma
mau tanya pelajaran, Pak. Kok sepi banget Pak, rumahnya”. Dia tersenyum, “Saya
kost di sini. Sendirian.” Selanjutnya kita berdua diskusi soal bahasa Inggris
sampai tiba waktu makan siang dan Pak Freddy tanya, “Udah laper, Et?”. Aku
jawab, “Lumayan, Pak”. Lalu dia berdiri dari duduknya, “Kamu tunggu sebentar
ya, di rumah. Saya mau ke warung di ujung jalan situ. Mau beli nasi goreng.
Kamu mau kan?”. Langsung kujawab, “Ok-ok aja, Pak.”. Sewaktu Pak Freddy pergi,
aku di rumahnya sendirian dan aku jalan-jalan sampai ke ruang makan dan
dapurnya. Karena bujangan, dapurnya hanya terisi seadanya saja. Tetapi tanpa
disengaja aku melihat kamar Pak Freddy pintunya terbuka dan aku masuk saja ke
dalam. Kulihat koleksi bacaan berbahasa Inggris di rak dan meja tulisnya, dari
mulai majalah sampai buku, hampir semuanya dari luar negeri dan ternyata ada
majalah porno dari luar negeri dan langsung kubuka-buka. Aduh! Gambar-gambarnya
bukan main. Cowok dan cewek yang sedang bersetubuh dengan berbagai posisi dan
entah kenapa yang paling menarik bagiku adalah gambar di mana cowok dengan
asyiknya menjilati vagina cewek dan cewek sedang mengisap penis cowok yang
besar, panjang dan kekar. Tidak disangka-sangka suara Pak Freddy tiba-tiba
terdengar di belakangku, “Lho!! Ngapain di situ, Et. Ayo kita makan, nanti
keburu dingin nasinya”. Astaga! Betapa kagetnya aku sembari menoleh ke arahnya
tetapi tampak wajahnya biasa-biasa saja. Majalah segera kulemparkan ke atas
tempat tidurnya dan aku segera keluar dengan berkata tergagap-gagap,
“Ti..ti..tidak, eh, eng..ggak ngapa-ngapain, kok, Pak. Maa..aa..aaf, ya, Pak”.
Pak Freddy hanya tersenyum saja, “Ya. Udah tidak apa-apa. Kamar saya
berantakan. tidak baik untuk dilihat-lihat. Kita makan aja, yuk”. Syukurlah Pak
Freddy tidak marah dan membentak, hatiku serasa tenang kembali tetapi rasa malu
belum bisa hilang dengan segera. Pada saat makan aku bertanya, “Koleksi
bacaannya banyak banget Pak. Emang sempat dibaca semua, ya Pak?”. Dia menjawab
sambil memasukan sesendok penuh nasi goreng ke mulutnya, “Yaa..aah, belum
semua. Lumayan buat iseng-iseng”. Lalu aku memancing, “Kok, tadi ada yang
begituan”. Dia bertanya lagi, “Yang begituan yang mana”. Aku bertanya dengan
agak malu dan tersenyum, “Emm.., Ya, yang begituan, tuh. Emm.., Majalah jorok”.
Kemudian dia tertawa, “Oh, yang itu, toh. Itu dulu oleh-oleh dari teman saya
waktu dia ke Eropa”. Selesai makan kita ke ruang depan lagi dan kebetulan
sekali Pak Freddy menawarkan aku untuk melihat-lihat koleksi bacaannya. Lalu
dia menawarkan diri, “Kalau kamu serius, kita ke kamar, yuk”. Akupun langsung
beranjak ke sana. Aku segera ke kamarnya dan kuambil lagi majalah porno yang
tergeletak di atas tempat tidurnya. Begitu tiba di dalam kamar, Pak Freddy
bertanya lagi, “Betul kamu tidak malu?”, aku hanya menggelengkan kepala saja.
Mulai saat itu juga Pak Freddy dengan santai membuka celana jeans-nya dan
terlihat olehku sesuatu yang besar di dalamnya, kemudian dia menindihkan
dadanya dan terus semakin kuat sehingga menyentuh vaginaku. Aku ingin merintih
tetapi kutahan. Pak Freddy
bertanya lagi, “Sakit, Et”.
Aku hanya menggeleng, entah kenapa sejak itu aku mulai pasrah dan mulutkupun
terkunci sama sekali. Semakin lama jilatan Pak Freddy semakin berani dan
menggila. Rupanya dia sudah betul-betul terbius nafsu dan tidak ingat lagi akan
kehormatannya sebagai Seorang Guru. Aku hanya bisa mendesah”, aa.., aahh,
Hemm.., uu.., uuh”. Akhirnya aku lemas dan kurebahkan tubuhku di atas tempat
tidur. Pak Freddy pun naik dan bertanya. “Enak, Et?” “Lumayan, Pak”. Tanpa
bertanya lagi langsung Pak Freddy mencium mulutku dengan ganasnya, begitupun
aku melayaninya dengan nafsu sembari salah satu tanganku mengelus-elus penis
yang perkasa itu. Terasa keras sekali dan rupanya sudah berdiri sempurna.
Mulutnya mulai mengulum kedua puting payudaraku. Praktis kami berdua sudah
tidak berbicara lagi, semuanya sudah mutlak terbius nafsu birahi yang buta. Pak
Freddy berhenti merangsangku dan mengambil majalah porno yang masih tergeletak
di atas tempat tidur dan bertanya kepadaku sembari salah satu tangannya
menunjuk gambar cowok memasukkan penisnya ke dalam vagina seorang cewek yang
tampak pasrah di bawahnya. “Boleh saya seperti ini, Et?”. Aku tidak menjawab
dan hanya mengedipkan kedua mataku perlahan. Mungkin Pak Freddy menganggap aku
setuju dan langsung dia mengangkangkan kedua kakiku lebar-lebar dan duduk di
hadapan vaginaku. Tangan kirinya berusaha membuka belahan vaginaku yang rapat,
sedangkan tangan kanannya menggenggam penisnya dan mengarahkan ke vaginaku.
Kelihatan Pak Freddy agak susah untuk memasukan penisnya ke dalam vaginaku yang
masih rapat, dan aku merasa agak kesakitan karena mungkin otot-otot sekitar
vaginaku masih kaku. Pak Freddy memperingatkan, “Tahan sakitnya, ya, Et”. Aku
tidak menjawab karena menahan terus rasa sakit dan, “Akhh.., bukan main
perihnya ketika batang penis Pak Freddy sudah mulai masuk, aku hanya meringis
tetapi Pak Freddy tampaknya sudah tak peduli lagi, ditekannya terus penisnya
sampai masuk semua dan langsung dia menidurkan tubuhnya di atas tubuhku. Kedua
payudaraku agak tertekan tetapi terasa nikmat dan cukup untuk mengimbangi rasa
perih di vaginaku. Semakin lama rasa perih berubah ke rasa nikmat sejalan
dengan gerakan penis Pak Freddy mengocok vaginaku. Aku terengah-engah, “Hah,
hah, hah,..”. Pelukan kedua tangan Pak Freddy semakin erat ke tubuhku dan
spontan pula kedua tanganku memeluk dirinya dan mengelus-elus punggungnya. Semakin
lama gerakan penis Pak Freddy semakin memberi rasa nikmat dan terasa di dalam
vaginaku menggeliat-geliat dan berputar-putar. Sekarang rintihanku adalah
rintihan kenikmatan. Pak Freddy kemudian agak mengangkatkan badannya dan
tanganku ditelentangkan oleh kedua tangannya dan telapaknya mendekap kedua
telapak tanganku dan menekan dengan keras ke atas kasur dan ouwww.., Pak Freddy
semakin memperkuat dan mempercepat kocokan penisnya dan di wajahnya kulihat
raut yang gemas. Semakin kuat dan terus semakin kuat sehingga tubuhku
bergerinjal dan kepalaku menggeleng ke sana ke mari dan akhirnya Pak Freddy
agak merintih bersamaan dengan rasa cairan hangat di dalam vaginaku. Rupanya
air maninya sudah keluar dan segera dia mengeluarkan penisnya dan merebahkan
tubuhnya di sebelahku dan tampak dia masih terengah-engah. Setelah semuanya
tenang dia bertanya padaku, “Gimana, Et? Kamu tidak apa-apa? Maaf, ya”. Sembari
tersenyum aku menjawab dengan lirih, “tidak apa-apa. Agak sakit Pak. Saya baru
pertama ini”. Dia berkata lagi, “Sama, saya juga”. Kemudian aku agak tersenyum
dan tertidur karena memang aku lelah, tetapi aku tidak tahu apakah Pak Freddy
juga tertidur. Sekitar pukul 17:00 aku dibangunkan oleh Pak Freddy dan rupanya
sewaktu aku tidur dia menutupi sekujur tubuhku dengan selimut. Tampak olehku
Pak Freddy hanya menggunakan handuk dan berkata, “Kita mandi, yuk. Kamu harus
pulang kan?”. Badanku masih agak lemas ketika bangun dan dengan tetap dalam
keadaan telanjang bulat aku masuk ke kamar mandi. Kemudian Pak Freddy masuk
membawakan handuk khusus untukku. Di situlah kami berdua saling bergantian
membersihkan tubuh dan akupun tak canggung lagi ketika Pak Freddy menyabuni
vaginaku yang memang di sekitarnya ada sedikit bercak-bercak darah yang mungkin
luka dari selaput daraku yang robek. Begitu juga aku, tidak merasa jijik lagi
memegang-megang dan membersihkan penisnya yang perkasa itu. Setelah semua
selesai, Pak Freddy membuatkan aku teh manis panas secangkir. Terasa nikmat
sekali dan terasa tubuhku menjadi segar kembali. Sekitar jam 17:45 aku pamit
untuk pulang dan Pak Freddy memberi ciuman yang cukup mesra di bibirku. Ketika
aku mengemudikan mobilku, terbayang bagaimana keadaan Papa dan Mama dan nama
baik sekolah bila kejadian yang menurutku paling bersejarah tadi ketahuan.
Tetapi aku cuek saja, kuanggap ini sebagai pengalaman saja. Semenjak itulah,
bila ada waktu luang aku bertandang ke rumah Pak Freddy untuk menikmati
keperkasaannya dan aku bersyukur pula bahwa rahasia tersebut tak pernah sampai
bocor. Sampai sekarangpun aku masih tetap menikmati genjotan Pak Freddy
walaupun aku sudah menjadi mahasiswa, dan seolah-olah kami berdua sudah
pacaran. Pernah Pak Freddy menawarkan padaku untuk mengawiniku bila aku sudah
selesai kuliah nanti,
tetapi aku belum pernah
menjawab. Yang penting bagiku sekarang adalah menikmati dulu keganasan dan
keperkasaan penis guru bahasa Inggrisku itu. T a m a T

No comments:
Post a Comment